Rabu, 27 November 2013

Pengaruh Ketuarunguan Terhadap Perkembangan Mental



Kita ketahui bahwa setiap kecacatan akan membawa pengaruh pula terhadap perkembangan mental anak. Di suatu daerah oang memperlakukan orang cacat mungkin kasihan dengan memberi sesuatu, dari pengalaman ini seorang cacat/tunarungu akan merasa berontak karena selalu teringat akan kecacatannya.
Bisa juga dimungkinkan dengan hanya dikasihani, anak cacat/tunarungu justru akan menjadikan sifat ketergantungan pada orang lain karena dengan pemberian tersebut akan menghasilkan rejeki yang banyak. Perlakuan masyarakat terhadap anak/orang tunarungu akan membawa bermacam – macam perubahan, ada yang justru dengan cacat orang/anak tersebut menggunakan kelemahannya untuk kompensasi ataupun untuk mencari perhatian walaupun tidak bersifat merusak pada dirinya justru sangat menguntungkan bagi dirinya dan bagi orang lain lepas dari nilai baik dan buruk. Seperti kasus pada anak yang mengalami bisu dan tuli di Cairo tertangkap di pasar Al Muayyed Cairo (dikutip dari karya Abdul ‘Aziz Al Qussi, halaman 73)
Mereka adalah seorang laki – laki berumur tiga bela tahun, tertangkap ketika menjual barang curiannya di pasar Al – Muayyed Cairo. Dengan agak terus terang, tanpa merasa malu juga, dia mengakuinya. Anak itu bisu dan tuli, akan tetapi mereka bisa menjelaskan dengan gerak tangan dan raut mukanya. Dari hasil penelitian terbukti bahwa anak tadi adalah putra seorang pedagang yang datang ke Cairo, kemudian ia bekerja di salah satu kantor pemerintahan dengan gaji yang kurang lebih dari delapan pound. Si Bapak anak mempunyai istri beberapa orang, sehingga perhatian terhadap keluarganya terpencar kepada sejumlah keluarga yang tidak kecil. Pada umur 5 tahun anak ini ditimpa penyakit demam panas. Kemudian ia sembuh dari penyakitnya akan tetapi mereka jadi tuli dan bisu. Sudah banyak usaha untuk menyembuhkan penyakit itu tetapi gagal. Maka mulailah ia berbicara dengan isyarat dan ia mengerti pula bahasa isyarat tersebut, atau dengan melihat gerak bibir orang yang sedang berbicara. Kemudian mulailah orang – orang dari golongan buruh yang tinggal di daerah tempat ia tinggal, menjadikan anak itu untuk hiburan dan mempengaruhinya supaya mau mencuri alat – alat atau barang – barang dari rumahnya seperti piring, sendok, pisau dan sebagainya, mereka memberinyauang sekedar sekedar pengganti barang – barang tersebut. Kadang – kadang barang – barang itu diberikannya kepada pedagang makanan yang berjaja di daerah itu. Kelakuan anak tersebut makin hari makin bertambah berat sampai mereka terjatuh ke tangan penjahat kampong, dari pengalaman tersebut maka anak semakin bertambah banyak pengalaman mencurinya dari milik keluarga sampai pada milik tetangganya. Pernah pula ia menjual perhiasn ibunya dengan harga yang sangat murah sekali. Kadang – kadang bapaknya memukul maka ibunya melindunginya atau menangis. Dengan demikian dapatlah disembunyikan kesalahan – kesalahan tersebut.
Ketika si Bapak mulai keras dan tidak mau membelika pakaian karena baru saja menjual pakaiannya, maka larilah anak itu dari daerah tempat tinggal dan bekerja di suatu perusahaan, ia mulai mencuci barang – barang itu dan dijualnya. Pernah pula ia menggali kuburan orang yang sudah meninggal untuk mengambil barang – barang di dalam kuburan itu, dan segan memotong jari – jari orang yang mati tadi untuk mengambil cincin yang dipakainya.
Ternyata bahwa keadaan anak ini sampai berkembang sebegitu jauh, adalah karena pengaruh berbagai faktor, dan faktor utama tampaknya adalah hilangnya kemampuan mendengar dan berbicara itu. Sedangkan faktor lain termasuk suasana dan perlakuan orang tuanya serta faktor – faktor lainnya adalah sekunder, barangkali pengaruhnya kecil, Dari contoh di atas akibat dari kecacatan mengakibatkan tidak sehatnya mental.
Mental dikatakan sehat menurut Kartini Kartono dalam bukunya psikologi Abnormal yaitu:
a.   Ada koordinasi dari segenap usaha dan potensinya
b.   Memiliki integrasi dan regulasi terhadap struktur kepribadiannya
c.   Efisiensi dalam setiap tindakannya
d.   Memiliki tujuan hidupnya
e.   Bergairah, dan tenang – harmonis batinnya
Orang tunarungu/tuli mentalnya dianggap sehat apabila mereka ada koordinasi dari segenap usah dan potensinya, memiliki integritas terhadap struktur kepribadiannya, memiliki efisiensi dalam setiap tindakannya, memiliki tujuan hidup serta bergairah dan tenang harmonis batinnya.
        Tetapi Kenyataan yang ada pada anak tunarungu/tuli/bisu tidak seperti apa yang digambarkan oleh Kartini Kartono sebagai ciri – ciri mental yang sehat. Van Uden berpendapat bahwa seorang cacat tunarungu wicara dengan kemampuan berbahasa yang kurang terdapat kelainan  - kelainan sebagai berikut :
1.  Sifat ego sentris yang lebih besar daripada anak normal. Hal ini disebabkan oleh sempitnya dunia penghayatan mereka terhadap kjadian – kejadian di sekitar mereka
2.  Mempunyai perasaan takut akan hidup sedikit banyak mereka menyadari bahwa mereka kurang dapat menguasai dunia sekitarnya. Hal ini akan membawa sifat ragu – ragu.

3.  Selalu menunjukkan sikap tergantung pada orang lain. Hal ini dipengaruhi oleh perasaan khawatir
4.  Perhatian mereka sukar untuk dialihkan apabila mereka melakukan sesuatu yang menurut mereka senangi dan dikuasai

Sumber : Psikologi Anak Luar Biasa/Berkelainan
          SI/Sememter IV/2 SKS, oleh Drs. Muh Bandi M DS
          Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
          Universitas Sebelas Maret Surakarta Th 2000

2 komentar:

  1. blog anda sudah bagus,namun dalam pemilihan latar belakang,warnanya terlalu mencolok

    BalasHapus
  2. apa ada hak khusus bagi penderita tunarunggu

    BalasHapus