Dalam pembicaraan mengenai
seriusitas ketulian atau ketunarunguan yang berhak untuk menentukan adalah
antara lain: dokter, speech therapy, guru dan sebagainya (orang – orang/ahli
yang berkompeten dengan anak tersebut).
Seriusitas dapat dipahami dari hasil evaluasi secara normative dari ketulian atau ketunarunguan seseorang dapat digunakan untuk membandingkan atau mengetahui perbedaan antara penderita dalam mengadakan penilaian/pengukuran untuk mengetahui sejauh mana derajat keberatan tunarungu atau ketulian yang diderita oleh seseorang. Untuk mengetahui berat ringannya ketulian atau ketunarunguan dapat diketahui dengan alat test tertentu, untuk anak tunarungu bisa dengan audiometer, detik jam/suara jam atau dengan bunyi – bunyian yang lain.
Seriusitas dapat dipahami dari hasil evaluasi secara normative dari ketulian atau ketunarunguan seseorang dapat digunakan untuk membandingkan atau mengetahui perbedaan antara penderita dalam mengadakan penilaian/pengukuran untuk mengetahui sejauh mana derajat keberatan tunarungu atau ketulian yang diderita oleh seseorang. Untuk mengetahui berat ringannya ketulian atau ketunarunguan dapat diketahui dengan alat test tertentu, untuk anak tunarungu bisa dengan audiometer, detik jam/suara jam atau dengan bunyi – bunyian yang lain.
Dalam hal seriusitas ini bisa berlaku secara mekro diantara
jenis ketunaan yang lain misal tunanetra, tunadaksa, tunagrahita dan lain –
lain. Mungkinorang beranggapan bahwa masalah ketulian adalah masalah yang
ringan bila dibandingkan dengan jenis ketunaan yang lain, sehingga dengan
anggapan bahwa masalah tuli adalah masalah yang kecil/ringan akan mengakibatkan
orang menanggap biasa.
Suatu asumsi lain bahwa masalah seriusitas adalah merupakan variable
yang bersifat emosional. Hal ini biasanya berjalan atau digunakan dalam hal
kenakalan sehingga sangat dimungkinkan yang seharusnya mendasar pada kondisi
atau keadaan individu tersebut berpindah/bergeser menjadi keadaan luar sebagai
ukuran atau alat untuk mengukur erdasarkan emosionalitas. Studi yang dilakukan
oleh Sgryle (1964) yang meminta kepada responden untuk menyatakan perasaan
mereka berdasarkan skala yang terdiri dari sepuluh point. Yang ditanyakan
adalah bagaimana menurut perasaannya tentang kesalahan oleh orang atau anak
yang melaksanakan tindak kejahatan. Dalam hal ketunarunguan atau ketulian
masyarakat akan pula menilai tentang seriusitas anak tunarungu/anak tuli. Hal ini
bisa dilakukan dengan meminta kepada responden untuk menyatakan persaan
terhadap penderita tunarungu atau tuli.
Alternatif jawaban tersebut :
1.
Kasihan
2.
Perlu diperhatikan
3.
Sebaiknya diberi pendidikan
khusus
4.
Dibiarkan saja toh menangani
yang normal saja belum beres
5.
Sebaiknya segera dibawa kedokter
6.
Tak usah diperhatikan toh
akhirnya bisa belajar dari lingkungan
7.
Dan sebagainya
Dari sejumlah alternative tersebut
di atas orang mungkin memilih “kasihan, perlu diperhatikan, dibiarkan saja dan
sebagainya” dari jawaban tersebut dapat dipakai alat untuk menentukan terhadap
masyarakat apakah mereka menganggap hal yang biasa. Lain halnya dengan seorang
dokter maka dokter akan memperhatikan seriusitas tersebut tidak berdasarkan
pendapat masyarakat akan tetapi akan mendasar pada hasil pemeriksaannya. Hal ini
bisa dilaksanakan dengan alat test audiometer.
Sumber : Psikologi
Anak Luar Biasa/Berkelainan
SI/Sememter IV/2 SKS, oleh Drs. Muh
Bandi M DS
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
Universitas Sebelas Maret Surakarta Th
2000
Tidak ada komentar:
Posting Komentar